
Ketua TP PKK Kalteng, Aisyah Thisia Agustiar Sabran sampaikan sambutan gelar Pelatihan Pendampingan Korban Kekerasan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Pada Perempuan dan Anak, di Aquarius Boutique Hotel Palangka Raya, Rabu (14/5/2025).
PALANGKA RAYA, BATUAH.CO – Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak kembali mengemuka sebagai perhatian utama publik, menegaskan pentingnya peran nyata dari seluruh elemen layanan dan pendampingan dalam menangani kasus-kasus tersebut secara serius.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kalimantan Tengah, Aisyah Thisia Agustiar Sabran, menyampaikan bahwa perempuan dan anak masih merupakan kelompok paling rentan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap mereka tidak boleh dilakukan setengah-setengah. Ia menekankan pentingnya peran petugas layanan dalam memberikan pendampingan yang menyeluruh kepada para korban kekerasan.
Namun, ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kenyataan di lapangan. Masih banyak masyarakat yang meragukan efektivitas program-program perlindungan yang diluncurkan oleh pemerintah. Berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kerap tidak ditangani secara optimal, bahkan terhenti di tengah jalan. Hal ini, menurut Aisyah, disebabkan oleh sejumlah faktor seperti keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya pelatihan khusus, serta minimnya empati dari petugas layanan.
“Korban tidak cukup hanya dicatat atau dilaporkan. Mereka membutuhkan penanganan yang cepat, menyeluruh, dan berkelanjutan. Pendampingan harus mencakup aspek emosional, hukum, hingga sosial,” ungkapnya dalam kegiatan Pelatihan Pendampingan Korban Kekerasan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada Perempuan dan Anak, yang digelar di Aquarius Boutique Hotel Palangka Raya, Rabu (14/5/2025).
Ia menambahkan bahwa kegagalan dalam menangani korban secara tepat dapat memberikan dampak jangka panjang yang serius, termasuk terganggunya aktivitas harian dan masa depan korban. Karena itu, ia berharap para petugas dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta sekolah-sekolah dapat memiliki kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan yang sesuai dengan standar dalam menangani kasus-kasus kekerasan.
“Perlindungan yang sesungguhnya hanya bisa terwujud jika pemerintah membangun sistem yang benar-benar berpihak pada korban. Ini bukan soal seremoni atau pelatihan yang sekadar formalitas. Diperlukan pengawasan publik dan keterlibatan masyarakat agar perlindungan terhadap perempuan dan anak bisa menyentuh akar permasalahan secara nyata,” tegasnya. (red)