
Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo hadiri Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, di Ruang Rapat Komisi II Gedung Nusantara, Jakarta Pusat.
JAKARTA, BATUAH.CO – Proses penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah (Kalteng) yang hingga kini belum menunjukkan kejelasan, kembali menjadi sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI. Dalam kesempatan tersebut, Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo menyampaikan harapan agar DPR RI dapat membantu mendorong percepatan penyelesaian dokumen strategis ini.
Permasalahan RTRWP telah berlangsung cukup lama dan menjadi tantangan klasik bagi Pemerintah Provinsi Kalteng. Salah satu aspek paling krusial adalah penetapan kawasan hutan adat yang hingga kini belum sepenuhnya terselesaikan. Minimnya pelibatan masyarakat adat dalam proses penyusunan peta tata ruang menimbulkan kekhawatiran akan munculnya konflik lahan di masa mendatang.
Pengamat kebijakan publik menilai bahwa pemerintah daerah tidak bisa hanya bergantung pada dukungan DPR RI, melainkan perlu mengambil inisiatif yang lebih aktif, terbuka, dan sistematis. Ditegaskan bahwa penanganan RTRWP membutuhkan bukan hanya dorongan politik, tetapi juga keberanian teknokratis dan partisipasi masyarakat yang lebih luas.
“Masalah ini sudah berlangsung cukup lama. Yang kita butuhkan saat ini bukan hanya dorongan dari sisi politik, tetapi ketegasan teknokratis dan pelibatan publik yang lebih substansial,” ujar Wakil Gubernur Edy Pratowo baru-baru ini.
Edy juga mengakui bahwa keterlambatan penyelesaian RTRWP menyimpan potensi besar untuk memicu konflik agraria, terutama di wilayah-wilayah dengan kepemilikan lahan yang belum memiliki kepastian hukum. Meski demikian, ia belum memaparkan secara detail langkah strategis atau peta jalan yang akan ditempuh Pemprov untuk mempercepat finalisasi RTRWP, selain bergantung pada dukungan dari pihak legislatif.
RDP tersebut turut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri serta perwakilan pemerintah dari berbagai daerah di Indonesia. Meskipun forum ini dinilai sebagai ruang koordinasi yang strategis, masyarakat berharap agar hasil dari pertemuan tersebut tidak hanya berhenti pada tataran diskusi, melainkan diikuti dengan aksi konkret yang benar-benar menyentuh akar persoalan tata ruang di Kalimantan Tengah.(red)